Saturday, October 11, 2014

Cadar (Bukan) Pakaian Muslimah

Cadar (Bukan) Pakaian Muslimah

Cadar adalah kain penutup muka kecuali mata hanya mata saja yang nampak, bahasa Arabnya iqab atau burqu. Berbeda dengan mukena, pakaian yang tetap kelihatan wajah digunakan perempuan saat salat atau sering disebut talkun. Demikian pula kerudung penutup kepala dan leher sampai ke dada dan wajah tetap terbuka seperti halnya dengan jilbab dengan berbagai variasi dan style-nya yang tetap memperlihatkan wajah sehingga seorang perempuan gampang dikenali, siapa dia. 

    Istilah jilbab ini ditransfer dari term jalabihinna dalam QS al-Ahzab/33: 59 yakni pakaian perempuan yang menutup seluruh tubuh kecuali wajah, kedua telapak tangan hingga pergelangan, dan tetap (bisa) kelihatan mata kaki ke bawah. Dengan demikian, batasan jilbab sangat kontradiktif dengan cadar. 
    Cadar, mukena, kerudung dan jilbab digunakan untuk menutup aurat yakni bagian-bagian badan yang tidak boleh terlihat dalam rangka membendung nafsu birahi antara lawan jenis. Nafsu ini diibaratkan eksim, semakin digaruk semakin sedap, tetapi jika diperturutkan mengakibatkan borok yang terinfeksi. 
    Ia bagaikan api, semakin disodori kayu bakar semakin besar kobarannya. Untuk itu perlu ditekan, dihalangi, diminimalisir dengan cara menutup aurat. Namun Al-Qur’an tidak menentukan secara jelas dan rinci batas-batas aurat, kecuali ayatnya diinterpretasi dengan merujuk pada QS. Al-Nur/24: 31 dalam klausa ma zhahara minha. 
    Andi Aulia Afandi Ansar, sahabat saya telah mengumpulkan data hadis-hadis berkaitan dengan cadar. Pada Kamis (9/10/2004) dini hari mulai pukul 01.00 hingga 04.00 wita, saya bersamanya meneliti ulang hadis tersebut di Hotel Safari Manunggal di Jalan Landak, Makassar. Hasil penelitian kami berdua, sampai pada kesimpulan bahwa dari sekian hadis, tidak ada satupun yang menegaskan kewajiban memakai cadar karena memang wajah itu bukan termasuk aurat yang wajib ditutupi.
Tradisi 
    Pemakaian cadar yang berlaku di masyarakat Arab dahulu adalah tradisi bagi masyarakat tertentu. Setelah salah subuh, Andi Aulia Afandi Ansar kemudian menyampaikan data kepada saya dengan mengutip pendapat Yusuf al-Qardhawi yang menegaskan bahwa cadar sebagai bid'ah yang datang dari luar serta sama sekali bukan berasal dari agama dan bukan dari Islam.
    Bahkan menyimpulkan bahwa cadar masuk ke kalangan umat Islam pada zaman kemunduran yang parah, tidaklah ilmiah  dan tidak  tepat sasaran. Data lain yang ditemukannya bahwa telah dilaksanakan Diskusi FPI ke-16 yang berlangsung di Jakarta pada 28 April 1988 tentang aurat dan jilbab. Keputusan hasil diskusi tersebut adalah bahwa jilbab mempunyai nilai praktis, pragmatis dan tidak mengikat gerak, standar jilbab tetap memperlihatkan wajah secara keseluruhan, lengan dari  siku ke ujung jari tangan dan kaki dari tubuh perempuan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 
    Karena itu jilbab merupakan pakaian standar wajib bagi muslimah karena memiliki nilai ke-Islaman dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Khusus makna ma zhahara minha dalam QS. Al-Nur/24: 31 menurut hadis adalah larangan untuk menampakkan seluruh anggota badan perempuan kecuali yang biasa nampak darinya yakni wajah dan telapak tangan  berdasarkan riwayat ‘Aisyah dan Abdullah ibn Abbas. (Lihat Ahmad bin Hanbal: 2341). 
    Dengan demikian, batasan aurat bagi perempuan, yang menurut kebiasaan adat muslimah pada umumnya wajah dan dua telapak tangan karena itulah yang biasanya tampak. Data ini diperkuat oleh hadis riwayat Asma binti Abi Bakar bahwa ia pernah ditegur oleh Nabi saw “Hai Asma, sesungguhnya perempuan yang sudah balig tidak boleh tampak dari badannya kecuali ini, lalu Nabi saw menunjuk wajah dan dua telapak tangannya. 
    Demikian halnya saat berihram di tanah suci sebagai bagian kesempurnaan ibadah haji, mereka dianjurkan untuk memperlihatkan wajah. Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda, Wala tantaqib al-mar’at al-muhrimat wala talbas al-quffazayni, artinya: Perempuan ihram tidak boleh memakai cadar dan tidak boleh memakai kaos tangan (HR. Bukhari 1838 dan al-Nasai 2693). 
Senyum
    Diriwayatkan pula dari Jabir bin Abdullah Ra berkata, ketika hari ‘Id Nabi saw mendatangi jamaah kaum perempuan dan menasihati mereka agar banyak sedekah, karena kebanyakan mereka menjadi bahan bakar neraka. 
    Maka berdirilah seorang perempuan yang pipinya kemerah-merahan, lalu bertanya: “Kenapa Ya Rasulullah?”, Nabi menjawab, karena kalian banyak mengeluh dan mengkufuri pergaulan dari suami.”
    Riwayat ini yang menyebutkan bahwa pipinya kemerah-merahan, menunjukkan seorang perempuan tersebut tidak bercadar. Riwayat ini pula dikaitkan dengan sabda Nabi saw, tabassum fi wajhi akhika laka shadaqat, artinya: Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah (HR. Tirmidzi: 1970). 
    Pertanyaannya, bagaimana cara tersenyum jikalau hanya mata yang kelihatan? Itulah sebab banyak perempuan masuk neraka menurut sebuah riwayat, karena perempuan yang dimaksud tidak pernah bersedekah. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq. (*)
Oleh: 
Mahmud Suyuti
Peneliti Hadis dan Ketua MATAN Sulsel (Tribun Timur.com)

 




0 komentar:

Post a Comment